Kenapa Mal Masih Ramai dan Tanah Abang Sepi? Ini Penjelasan APPBI

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan pusat perbelanjaan masih mampu bertahan menghadapi serbuan social commerce dan e-commerce. Namun untuk bersaing dengan toko-toko dan pedagang online, pusat perbelanjaan harus memiliki journey experience yang dicari oleh masyarakat.

"Belanja pun harus ada experience-nya, harus ada suatu journey-nya buat customer. Saya rasa sekarang tidak bisa lagi pusat perbelanjaan hanya mengandalkan fungsinya sebagai tempat belanja. Harus ada experience journey tadi. Itulah yang harus dilakukan pusat belanja," kata Alphonzus kepada Beritasatu.com, pada Rabu (20/9/23).

Dia menyebut salah satu contohnya nyata pusat perbelanjaan yang menanggalkan fungsi utamanya sebagai tempat belanja dan mengombinasikan experience serta journey adalah Sarinah.

"Sarinah itu sekarang bukan lagi tempat belanja, ada tamannya suasana enak nyaman, ada experience dan journey-nya. Saya kira itu salah satu contohnya. Itu yang harus dilakukan pusat belanja yang hanya mengandalkan fungsi sebagai tempat belanja saja," ujarnya.

Menurut Alphonzus, sebelum pandemi, tingkat okupansi pusat perbelanjaan mencapai 90%. Namun, saat pandemi, khususnya pada tahun 2020-2021, angka ini turun menjadi 70%. Tahun 2023 telah menyaksikan peningkatan lebih dari 80%, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mendekati 90% menjelang akhir tahun.

Peningkatan ini juga tercermin dalam durasi kunjungan pelanggan. Pada tahun ini, rata-rata pelanggan menghabiskan lebih dari 2 jam di pusat perbelanjaan, meningkat secara signifikan dibandingkan dengan masa pandemi. Ketika itu, durasi kunjungan hanya sekitar 1 jam.

Meskipun demikian, Alphonzus mengakui bahwa masih ada beberapa pusat perbelanjaan yang tingkat kunjungannya belum pulih sepenuhnya. Namun, dia mengingatkan bahwa kondisi ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan perlu ditinjau secara individual.

Alphonzus juga menyoroti persaingan pusat perbelanjaan tradisional, seperti Tanah Abang, dengan perdagangan online yang semakin berkembang. Menurutnya, Tanah Abang merupakan pusat belanja grosiran, sehingga tidak perlu ada journey experience seperti di mal. Oleh karena itu, jualan secara online dapat dilakukan untuk menembus pasar Indonesia bahkan dunia.

Untuk mengatasi persaingan ini, Alphonzus mengusulkan dua langkah. Pertama, pedagang di pasar tradisional seperti Tanah Abang harus dapat berjualan secara online untuk menjangkau pasar domestik dan internasional. Kedua, pemerintah perlu memberikan dukungan melalui regulasi yang mengatur penjualan online.

Dia mencatat bahwa pedagang offline dihadapkan pada persyaratan perizinan yang sulit, sedangkan pedagang online sering tidak dikenakan izin atau pajak. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam mengatur hubungan antara bisnis offline dan online sangat penting untuk menjaga kelangsungan pasar.



Sumber :
"beritasatu.com/ekonomi"